Jumat, 27 Maret 2009

Kekerasan Di Sekolah?


Kekerasan disekolah, terlalu berlebihan kalau dikatakan bahwa guru berbuat kekerasan pada muridnya. Guru memukul ada maksud mendidik, dan pukulan guru pada umumnya bukan dapat melukai, atau kerusakan fisik maupun mental anak. Itulah bedanya dengan kekerasan. Kekerasan adalah berbuat kejam tanpa belas kasihan, dan juga tanpa maksud mendidik.

Dengan adanya undang-undang perlindungan anak ini perlu guru-guru mencari alternatif pendidikan kedisiplinan dengan cara yang lebih elegan, lebih lembut, lebih sopan, lebih mengena, lebih efektif. Pendidikan dengan cara pemberian konsekwensi, bukan hukuman, misalnya, atau dengan cara lain, bukan dengan pukulan. Pukulan, bentak-bentak, marah-marah, memang efektif sementara untuk menenangkan siswa, tapi tidak berlangsung lama, perilaku yang sama akan terulang lagi dan lagi. Efek negatif dari menggunakan bentakan-bentakan, marah-marah, pukulan adalah timbul keributan, pertengkaran dan benturan fisik tidak terhindarkan.

Banyak dari kalangan pendidikan termasuk guru tidak mengerti bagaimana caranya menangani anak yang bandel, anak yang bermasalah, anak yang pelawan, tidak tahu sopan santun, tidak mau tahu tata tertib dan peraturan sekolah. Sehingga mereka hanya meniru apa yang dilakukan gurunya dulu ketika ia masa sekolah dulu, dan kemudian melakukan coba-coba kecil-kecilan, kalau berhasil caranya maka akan terapkan, atau jadi guru penyabar, yang tingkah laku muridnya yang semakin menjadi-jadi. Atau akan jadi guru yang pemarah, mengunakan cara-cara “kekerasan” dan sebagainya, yang sebenarnya guru sudah kewalahan mencari cara menghadapi murid-murid yang kian lama kian menjadi-jadi ini, akhirnya tindak “kekerasanlah” yang katanya terjadi.

Guru yang lembek, tidak memberikan konsekwensi pada murid mengakibatkan murid tidak tahu mana yang benar mana yang salah. Setiap tindakan yang ia perbuat baik benar maupun salah selalu dicari alasan pembenarannya. Oleh sebab itu sampai kapanpun murid tidak akan pernah tahu bahwa perbuatannya salah kalau tidak ada menyatakan salah, atau mengajarinya bahwa perbuatannya itu adalah salah. Dan guru-guru lembek selalu jadi korban olok-olokan murid yang bandel. Sabaar!

Tidak tertutup kemungkinan anak yang bandel jika diajari terus-menerus dan dilakukan dengan cara yang elegan, lemah lembut, dan tidak kasar, anak akan dapat berubah, merubah perilaku jeleknya ke perilaku baik. Dengan cara anak diajarkan konsekwensi yang harus ia terima disebabkan oleh perbuatannya.

Metode mengajar sekarang yang diberikan kebebasan bagi murid-murid untuk menentukan sendiri cara belajarnya, dan diperbolehkan belajar sambil bermain, bukan berarti membiarkan anak berbuat tidak disiplin, anti sosial, dan mengganggu proses belajar mengajar. Metode belajar Quantum Teaching sekarang memberikan kebebasan bagi guru dan murid-murid untuk belajar dengan berbagai cara yang menyenangkan seperti permainan, observasi ala anak-anak, bermain peran, berkunjung ketempat yang sesuai dengan pelajaran dan lain sebagainya. Tetapi satu hal, yang tidak boleh dilupakan bagi kita semua adalah metode pengajaran seperti ini tidak dapat diterapkan jika delapan prinsip Quantum Teaching tidak dipahami benar-benar oleh murid-murid, salah satunya adalah konsekwensi. Murid tidak dapat mengikuti pelajaran dan guru tidak dapat melaksanakan metode ini jika murid tidak konsekwen. Jujur, konsekwen, bertanggung jawab, dan lain-lainnya, menjadi prinsip Quantum Teaching.

Metode Quantum Teaching yang menerapkan teknik mengajar tanpa marah-marah dan menyenangkan ini dapat dilakukan jika murid konsekwen untuk belajar, bukan bermain. walaupun pelajaran yang berikan sambil bermain. Dalam buku Quantum Teaching dijelaskan bahwa:
Murid berhak belajar dan gurupun berhak mengajar tanpa gangguan dari murid yang tidak mengerti akan konsekwensi belajar.
Inilah inti dari metode belajar Quantum Teaching itu: Murid boleh belajar dengan bermain dan metode yang menyenangkan tetapi konsekwensi dari murid yang tidak mau belajar tetap dilaksanakan. Banyak sekolah yang katanya menerapkan metode Quantum Teaching tetapi pelaksanaan di dalam sekolahnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ada sekolah dasar modern yang dibuat oleh yayasan besar dan terkenal, katanya memakai metode Quantum Teaching tetapi pengajaran didalamnya hanya permainan dan permainan tanpa ada aturan yang jelas, anak-anak yang membuat sekehendak hati dibiarkan, gurupun mengikuti kehendak anak, akhirnya kwalitas pelajaran anak jadi bobrok, kelakuan anak jadi bobrok, laporan setiap tiap bulan akan prestasi anak boleh dikata fiktif, karena mereka tidak mau mengakui dan terbongkar kejelekan sekolah bahwa anak murid sekolah yang katanya modern tersebut sebenarnya tidak tahu apa-apa. Mereka tidak berani ujian dengan memakai soal dari luar karena ada ketakutan nilai anak muridnya hancur, alasan yang dibuatnya adalah otonomi sekolah. Jika Metodenya bagus, hasilnya tentu bagus, sehingga tidak perlu ada ketakutan bersaing dengan sekolah luar. Kenapa takut bersaing dengan sekolah tidak modren, tidak plus, dan lain-lain, yang biasa-biasa saja? Seharusnya sekolah Quantum inilah yang seharusnya lebih unggul. Ini dikarenakan tidak mengerti dengan cara belajar Quantum Teaching tersebut. Akibatnya sekolah biasa-biasapun lebih unggul dari sekolah yang katanya modren tersebut.

Baca selengkapnya ...

Rabu, 25 Maret 2009

Mengajar dengan Pengertian


Anak kecil penuh rasa ingin tahu itulah yang bagus, justru itu yang harus dikembangkan dan dibina bukan. Seperti orang dewasa waktu kecil dahulunya berlari-lari menunjukkan pada orang tuanya bahwa ia telah mendapat seekor belalang. Bagi orang tua belalang itu sudah biasa dan sering dilihat, tapi tidak bagi anak kecil. Baru kali itulah ia ada kesempatan melihat secara dekat dan langsung makhluk yang bernama belalang tersebut. Anak murid dalam suatu cerita di film Iran, seorang anak baru pindah ke sebuah desa di Iran dari negri yang cukup jauh Tanzania. Disekolah anak ini tidak konsentrasi belajar ketika guru sedang menerangkan pelajaran. Pandangan matanya selalu melihat keluar jendela. Terlihat tetes-tetesan hujan menerpa jendela kaca. Guru yang kesal pada si anak dengan nada sedikit marah bertanya pada si anak. " Apa yang kau lihat di luar?" Sianak dengan santainya menjawah dengan wajah yang berbinar-binar, "saya baru saja melihat hujan." Guru heran, hujan biasa saja turun di Iran, tetapi untunglah guru cepat mengerti dan bertanya lagi "Apakah kamu belum pernah melihat hujan sebelum ini?" "belum jawab murid tegas, di tempat tinggal saya dulu hujan turun lima tahun sekali." Maka guru memberi izin pada sianak untuk keluar ruangan kelas dan melihat sepuasnya hujan turun yang baru pertama sekali dilihatnya tersebut. Izin dari sang guru tersebut menjadi pengalaman berharga bagi murid tersebut yang tidak bisa ditandingi dengan pelajaran apapun dikelas.

Setelah Les mengaji anak murid ngaji saya berlarian seluruhnya dengan semangat kerumah temannya yang baru saja memelihara dua ekor kelinci lucu. Bagi saya gurunya kelinci adalah hal yang biasa saja tetapi tidak bagi anak murid ngaji usia SD yang saya ajar. Hal seperti ini guru sebaiknya fleksibel untuk memberikan kesempatan bagi anak untuk menerima pengalaman baru, melihat hewan baru, kejadian alam baru, dan sebagainya. Guru sebaiknya sensitif dalam hal ini karena dunia anak-anak berbeda dengan dunia orang dewasa dan guru harus mengerti dan menyelaminya.
Riski adalah murid Madrasah tempat saya mengajar. Anaknya pendiam, tetapi selalu terlibat masalah, seperti bolos pada jam pelajaran tertentu, tidak membuat tugas yang ditugaskan guru, sering cabut keluar sekolah, terlibat perkelahian, sengaja tidak mencatat atau tidak membawa buku catatan, dan sebagainya. Pada suatu ketika saya panggil anak itu kehadapan saya, yang sengaja tidak mau membuat tugas latihan yang saya tugaskan, malah asyik mengganggu teman-temannya, yang sedang belajar, saya tanyakan: "Mengapa kamu perlu datang kesekolah sedangkan kamu tidak mau belajar? Sedangkan minggu lalu sengaja cabut dari pelajaran saya? Anak itu terdiam, pertanyaan yang menghentak, tidak dapat alasan yang cukup kuat untuk menjawab. "Tidak sadarkah kamu orang tuamu susah payah dengan pengorbanan uang yang banyak untuk dapat supaya kamu bisa sekolah?" Dengan linangan air mata ia menangis sambil menjawab: "saya selalu ditinggal sendiri di kedai tanpa banyak perhatian orang tua." Anak yang terkenal bandel oleh guru-guru lain, dapat menagis bukan karena pukulan. "Seharusnya kamu bersyukur punya orang tua yang cukup berada dibanding teman-temanmu yang lain" Nasehatku. Saya suruh anak itu kembali kebangkunya untuk mengerjakan tugas yang saya berikan, anak itupun mengerjakan. Penangan anak dengan sedikit perhatian lebih, memberikan motivasi bagi anak untuk berbuat labih baik. Tanpa kekerasan, tanpa, marah-marah.

Baca selengkapnya ...