Rabu, 25 Maret 2009

Mengajar dengan Pengertian


Anak kecil penuh rasa ingin tahu itulah yang bagus, justru itu yang harus dikembangkan dan dibina bukan. Seperti orang dewasa waktu kecil dahulunya berlari-lari menunjukkan pada orang tuanya bahwa ia telah mendapat seekor belalang. Bagi orang tua belalang itu sudah biasa dan sering dilihat, tapi tidak bagi anak kecil. Baru kali itulah ia ada kesempatan melihat secara dekat dan langsung makhluk yang bernama belalang tersebut. Anak murid dalam suatu cerita di film Iran, seorang anak baru pindah ke sebuah desa di Iran dari negri yang cukup jauh Tanzania. Disekolah anak ini tidak konsentrasi belajar ketika guru sedang menerangkan pelajaran. Pandangan matanya selalu melihat keluar jendela. Terlihat tetes-tetesan hujan menerpa jendela kaca. Guru yang kesal pada si anak dengan nada sedikit marah bertanya pada si anak. " Apa yang kau lihat di luar?" Sianak dengan santainya menjawah dengan wajah yang berbinar-binar, "saya baru saja melihat hujan." Guru heran, hujan biasa saja turun di Iran, tetapi untunglah guru cepat mengerti dan bertanya lagi "Apakah kamu belum pernah melihat hujan sebelum ini?" "belum jawab murid tegas, di tempat tinggal saya dulu hujan turun lima tahun sekali." Maka guru memberi izin pada sianak untuk keluar ruangan kelas dan melihat sepuasnya hujan turun yang baru pertama sekali dilihatnya tersebut. Izin dari sang guru tersebut menjadi pengalaman berharga bagi murid tersebut yang tidak bisa ditandingi dengan pelajaran apapun dikelas.

Setelah Les mengaji anak murid ngaji saya berlarian seluruhnya dengan semangat kerumah temannya yang baru saja memelihara dua ekor kelinci lucu. Bagi saya gurunya kelinci adalah hal yang biasa saja tetapi tidak bagi anak murid ngaji usia SD yang saya ajar. Hal seperti ini guru sebaiknya fleksibel untuk memberikan kesempatan bagi anak untuk menerima pengalaman baru, melihat hewan baru, kejadian alam baru, dan sebagainya. Guru sebaiknya sensitif dalam hal ini karena dunia anak-anak berbeda dengan dunia orang dewasa dan guru harus mengerti dan menyelaminya.
Riski adalah murid Madrasah tempat saya mengajar. Anaknya pendiam, tetapi selalu terlibat masalah, seperti bolos pada jam pelajaran tertentu, tidak membuat tugas yang ditugaskan guru, sering cabut keluar sekolah, terlibat perkelahian, sengaja tidak mencatat atau tidak membawa buku catatan, dan sebagainya. Pada suatu ketika saya panggil anak itu kehadapan saya, yang sengaja tidak mau membuat tugas latihan yang saya tugaskan, malah asyik mengganggu teman-temannya, yang sedang belajar, saya tanyakan: "Mengapa kamu perlu datang kesekolah sedangkan kamu tidak mau belajar? Sedangkan minggu lalu sengaja cabut dari pelajaran saya? Anak itu terdiam, pertanyaan yang menghentak, tidak dapat alasan yang cukup kuat untuk menjawab. "Tidak sadarkah kamu orang tuamu susah payah dengan pengorbanan uang yang banyak untuk dapat supaya kamu bisa sekolah?" Dengan linangan air mata ia menangis sambil menjawab: "saya selalu ditinggal sendiri di kedai tanpa banyak perhatian orang tua." Anak yang terkenal bandel oleh guru-guru lain, dapat menagis bukan karena pukulan. "Seharusnya kamu bersyukur punya orang tua yang cukup berada dibanding teman-temanmu yang lain" Nasehatku. Saya suruh anak itu kembali kebangkunya untuk mengerjakan tugas yang saya berikan, anak itupun mengerjakan. Penangan anak dengan sedikit perhatian lebih, memberikan motivasi bagi anak untuk berbuat labih baik. Tanpa kekerasan, tanpa, marah-marah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar