Jumat, 12 November 2010

Mengapa Anak selalu melanggar aturan?


Ada beberapa sebab barangkali diantaranya:
1. Komunikasi yang tidak efektif
Banyak anak yang sebenarnya tidak mengerti akan maksud orang tua atau orang dewasa sekitarnya karena sudah biasa dan berpola hidup tanpa aturan. Di sekolah, Dimas, seorang anak SD ketika saya mengajar SD tidak mengerti apa yang saya maksudkan ketika saya memarahi Aditya seorang anak teman sekelasnya yang berbicara ketika saya menerangkan pelajaran. Dimas melakukan hal yang sama seperti dilakukan Aditya yaitu berbicara ketika saya menerangkan pelajaran, tepat ketika saya baru saja selesai memarahi Aditya temannya dan hendak kembali menerangkan pelajaran. Mungkin Dimas tidak mengerti kemarahan saya pada Aditya sebenarnya, aturannya berlaku pula bagi Dimas. Tetapi mengapa Dimas masih melakukan hal yang sama? Ini mungkin Dimas dan anak-anak lain sudah biasa apabila temannya kena marah dia tidak ambil pusing dengan masalah itu. Mengapa temannya dimarahi? Oleh sebab apa? Apa maksud guru marah? Hal tersebut menjadinya tidak mengerti dan tidak ambil pusing. Yang pusing jelas aja gurunya, karena baru saja memarahi satu orang murid karena sesuatu kasus, malah ada satu orang murid lagi melakukan hal yang sama. Hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak adanya komunikasi yang efektif antara murid dan guru ketika guru tersebut memarahi satu orang anak.

Memang sulit membentuk perilaku baik. Pembentukan ini tidak dapat dilakukan dalam sekejap dan perlu proses yang bertahun-tahun untuk dapat menjadikan sebuah sekolah yang benar-benar ideal dan tertib. Mungkin saja dengan sedikit kekerasan, seperti memukul anak dan marah-marah dapat menertibkan, tetapi hal itu akan selalu berulang kembali ketika tidak marah-marah dan memukul lagi. Tentunya tidak selamanya marah-marah dan memukul bukan? Kalau itu dilakukan terus menerus akan timbul perasaan tertekan bagi diri anak dan lambat laun akan menjadi kemarahan dan timbul pemberontakan ketika remaja, (Baca: Emosi remaja).

Solusinya adalah ketika di kelas buatlah seluruh anak terlibat dalam pembicaraan. Jangan terfokus pada satu orang murid, karena anak akan membuat dinding tembok tinggi yang memisahkan antara guru atau orang dewasa lainnya dengan dirinya. Buatlah perjanjian-perjanjian atau semacam kontrak belajar terlebih dahulu, dan bekerjasamalah dengan semua murid-murid di kelas untuk komitmen menegakkan kontrak belajar tersebut.

2. Menerapkan aturan yang tidak jelas
Nia dilarang oleh ibunya untuk pergi keluar rumah. Nia anak kelas empat SD dengan berbagai alasan tetap ingin keluar rumah dengan alasan mau pergi ketempat bibinya yang tidak jauh dari rumahnya, masih satu komplek perumahan. Nia berusaha lari dari pintu belakang dan ibunya tidak kuasa lagi menahannya.

Aturan yang tidak jelas, seperti: dahulu boleh sekarang kok tidak boleh secara tiba-tiba. Tidak dijelaskan mengapa tidak boleh keluar rumah. Tidak ada sanksi yang jelas jika aturan itu dilanggar. Membuat aturan tidak melalui kesepakatan terlebih dahulu. Semua itu menyebabkan anak melanggar aturan.

3. Aturan yang tidak penting
Bagi Nia aturan mamanya dianggap main-main. Bahkan ia lari dari rumah sambil tertawa tanpa beban sama sekali. Perbuatan seperti inilah yang artinya mengajari Nia untuk selalu melanggar aturan mamanya. Mamanya sebenarnya tidak terima perbuatan Nia itu. Dan pada akhirnya timbul letupan-letupan kecil yang berupa kemarahan dan omelan setiap pagi hari dan sebagainya.

4. Aturan yang gampang dilanggar tanpa sanksi
Aturan yang begitu gampang dilanggar dan tidak pernah diterapkan sanksi yang jelas menyebabkan anak tersebut terbiasa melanggar aturan. Pak Zaid guru bahasa Indonesia mengeluhkan tingkah laku anak perempuan yang tidak mau ikut aturan. Pak Zaid dan banyak Guru lain beranggapan bahwa anak perempuan tidak boleh dipukul dan diberi sanksi, karena mereka perempuan manusia lemah. Memang betul perempuan harus dilindungi, tetapi tidak diberi sanksi adalah salah. Apalagi jika sudah terbaca sama anak didik bahwa guru tidak akan menerapkan sanksi, maka dia dengan mudah melanggar aturan. Bukan lagi guru yang mengatur murid tetapi muridlah yang mengatur guru. Mereka seenaknya memperpanjang waktu keluar main dengan tidak masuk kekelas walau guru sudah berada di kelas. Mereka ngobrol makan dan minum sementara guru menunggu di kelas sampai waktu yang tidak ditentukan. Ya sampai jam pelajaran habis dan berganti guru lain. Setelah guru lain masuh mereka masih tetap tidak masuk kelas dan seterusnya, kalau perlu tidak belajar seharian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar